Masuk

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ditengah Masa Transisi Reformasi Polri, 6 Oknum Anggota Polri Kembali Merusak Citra Baik Institusi Polri, 2 Debt Collecktor Merenggang Nyawa

Sabtu, 13 Desember 2025 | Desember 13, 2025 WIB Last Updated 2025-12-13T02:07:08Z


Jakarta, Liputan86.com – Kasus kekerasan yang diduga dilakukan oleh oknum anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) terhadap 2 orang debt collector telah menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Tindakan yang dianggap melanggar etika profesi ini semakin memicu kekhawatiran, terutama di tengah masa transisi reformasi Polri yang tengah berlangsung.

 

Mengikuti konferensi pers yang disampaikan oleh pihak polda metro jaya, pada jumat 12 Desember 2025,  insiden terjadi pada hari Kamis 11 Desember 2025 di kali bata jakarta selatan,  2 pria yang bekerja sebagai debt collector dilaporkan dikeroyok oleh beberapa orang yang diduga merupakan anggota polisi. Tindakan kekerasan tersebut menyebabkan 1 korban meninggal ditempat kejadian dan yang 1 nya lagi meninggal di rumah sakit budi asih jakarta. 

 

Masyarakat merespons kasus ini dengan kemarahan, menganggap bahwa ke 6 oknum tersebut telah merusak citra baik institusi Polri yang sedang berusaha memperbaiki citra melalui reformasi.


 Yandri menekankan bahwa gaji polisi berasal dari pajak yang dibayar rakyat, sehingga harapannya adalah polisi berperan melindungi, bukan malah membunuh masyarakat, apalagi debt collecktor hanya lah mencari sesuap nasi dari kampung halaman mengadu nasip ke ibu kota yang begitu kerasnya hidup"., Tegas Yandri

 


“Kita rakyat yang membayar gaji polisi, tapi malah polisi yang menjadi pelaku kekerasan terhadap rakyat. Ini sangat menyakitkan, terutama saat Polri sedang dalam reformasi,” ujar Yandri pria kelahiran kota Kupang NTT tersebut. 

 

Setelah kasus beredar, kepolisian setempat telah melakukan penyelidikan awal. Kapolres metro jakarta selatan dengan tegas, menyatakan bahwa pihaknya akan menindak tegas para pelaku dalam kurun waktu 1x24 Jam. 


Konfrensi pers yang disampaikan oleh pihak polda metro jaya, secara tegas menyampaikan kalau 6 oknum anggota Polri tersebut terbukti melanggar kode etik dan akan di proses secara etik institusi polri. 


Pihak polri secara tegas kami akan buka secara terang benderang tak pandang bulu akan diberikan sanksi sesuai aturan hukum dan peraturan internal Polri,” jelas dalam konfrensi pers tersebut. 


Penyidik menetapkan enam tersangka berdasarkan pemeriksaan saksi, rekaman CCTV, dan barang bukti. Keenam pelaku tersebut ialah Brigadir IAM, Bripda JLA, Bripda RGW, Bripda IAB, Bripda BN, dan Bripda AM. Seluruhnya merupakan anggota Mabes Polri.


Para tersangka dikenai Pasal 170 ayat 3 KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan kematian. Polri menegaskan proses hukum berjalan tanpa pandang bulu.


Divisi Propam Polri juga menetapkan keenam anggota tersebut sebagai terduga pelanggar kode etik Profesi Polri. Setelah gelar perkara, Propam menyatakan cukup bukti adanya pelanggaran berat.


Sidang Komisi Kode Etik pun akan dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 17 Desember 2025


Namun ada beberapa penerapan pasal yang di anggap tak sesuai beberapa unsur pengeroyokan ini hingga hilangnya nyawa 2 orang debt collecktor


" Harusnya polri dalam hal ini penyidik harus melihat dari rangkaian kejadian atau MENS REA nya, artinya pengeroyokan ini sudah terencana dan niat awal melakukan pengeroyokan karena sebelumnya dengan mengunakan penutup kepala helem masker dan lain-lain, maksimal pasal 340 atau minaml 338 karena unsur berencana cukup terpenuhi dari konstruksi hukum yanga ada walaupun 170 tetap dimasukkan namun komulatif ". Tandas yandri yang juga praktisi Hukum. 

 

Kasus ini juga menjadi sorotan bagi beberapa pihak, yang menekankan perlunya peningkatan pengawasan terhadap perilaku anggota polri agar reformasi yang ditargetkan dapat terwujud. Reformasi Polri yang telah berjalan saat ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme, akuntabilitas, dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi keamanan negara"., pungkas Yandri 

 

“Tindakan oknum ini adalah kontraproduktif dengan tujuan reformasi. Perlu langkah-langkah tegas agar kasus semacam ini tidak terulang dan kepercayaan masyarakat dapat dipulihkan,” tegas yandri

(Ys)