Masuk

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tragedi Kalibata: Praktisi Hukum Yandri Sinlaeloe Tawarkan 'Solusi Perlindungan Ganda' untuk Debt Collector, Konsumen, dan Kreditur

Sabtu, 27 Desember 2025 | Desember 27, 2025 WIB Last Updated 2025-12-27T09:02:23Z


JAKARTA, Liputan86.com - Tragedi berdarah yang mengguncang kawasan Kalibata, yang melibatkan bentrokan antara penagih utang, konsumen, dan aparat, telah mengungkap kelemahan fatal dalam sistem perlindungan hukum yang belum sepenuhnya seimbang. Menanggapi hal ini, praktisi hukum Yandri Sinlaeloe mengusulkan dan menyarankan rencana reformasi yang comprehensive: memberikan perlindungan hukum yang setara bagi ketiga pihak terkait.

 

"Untuk mencegah terjadinya peristiwa serupa, dibutuhkan solusi yang tidak hanya melindungi konsumen dari praktik penagihan yang tidak etis, tetapi juga memberikan keamanan hukum bagi debt collector yang bekerja sesuai aturan dan melindungi hak kreditur untuk memulihkan utang yang sah," ujar Yandri, yang juga aktif dan terkenal vokal akademik di setiap organisasi kampus Universitas UMP Tantular Jakarta dan saat ini menempuh Studi S2 di universitas yang sama.

 

Meski ada Peraturan OJK Nomor 22 Tahun 2023 yang melarang penagihan dengan ancaman atau kekerasan, Yandri menekankan bahwa aturan tersebut belum diatur secara rinci dan sanksinya kurang memiliki efek jera. "Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Pasal 4 huruf e) dan POJK Nomor 22 Tahun 2023 menjadi landasan utama, namun pelaksanaannya terhambat oleh kurangnya kesadaran konsumen dan pengawasan yang kurang ketat," Jelas pria kelahiran Kupang, NTT, yang juga asli putra Rote.

 

Salah satu masalah utama yang diajukan Yandri adalah kurangnya perlindungan hukum bagi debt collector yang bekerja secara resmi. "Saat ini tidak ada peraturan khusus yang eksplisit mengatur hak mereka — mereka rentan terhadap serangan fisik, seperti yang terjadi di Kalibata. Hanya ada aturan yang mengatur kewajiban mereka, seperti POJK Nomor 35 Tahun 2018 tentang sertifikasi profesi, tapi tidak ada yang menjamin keamanan saat melakukan tugas," tegasnya.

 

Bagi kreditur, Yandri menyatakan bahwa meskipun mereka berhak memulihkan utang sah, praktik penagihan tidak etis oleh pihak ketiga seringkali merusak citra dan membuat mereka terkena sanksi. "Penelitian OJK menunjukkan banyak kreditur kesulitan memantau debt collector yang mereka rekrut, sehingga hak mereka terganggu," ujar Yandri, yang juga dipercaya sebagai ketua perkumpulan pengacara dan penasehat hukum se-provinsi Banten serta ketua sekber pers Indonesia se-provinsi Banten.

 


Untuk mengatasi hal ini, Yandri mengusulkan dan memberikan saran serangkaian solusi kunci, antara lain:

 

Membuat peraturan khusus yang mengatur rinci hak dan kewajiban debt collector, termasuk hak keamanan dan surat tugas resmi, serta memperkuat sanksi pelanggaran hingga pidana penjara 2-10 tahun dan denda Rp25 miliar-Rp250 miliar sesuai Pasal 306 UU PPSK.

Memperketat sertifikasi dan pelatihan berkala untuk debt collector, serta membuat daftar resmi bersertifikasi.

Membentuk badan pengawas independen dengan saluran pengaduan mudah diakses dan mediasi damai antar pihak.

Melaksanakan kampanye pendidikan hukum bagi konsumen dan panduan bagi kreditur dalam memilih debt collector.

 

"Tragedi Kalibata adalah peringatan bagi pemerintah untuk segera melakukan reformasi. Dengan langkah-langkah ini, kita bisa menciptakan lingkungan penagihan yang sah, aman, dan adil bagi semua pihak," tutup Yandri, yang juga pimpinan redaksi pemilik 8 media online dan 2 saluran TV streaming YouTube.

 

Penulis: Ys