Masuk

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Nekat! Sekdes dan mantan staf Desa Sodong Diduga Meminta Uang 30 Juta Kepada Warga Untuk Mengurus AJB

Kamis, 18 Maret 2021 | Maret 18, 2021 WIB Last Updated 2021-03-19T04:12:42Z


Kab,Liputan86.com -iming-iming pembuatan AJB (akte jual beli) terima beres atau terima jadi dengan diberikan sejumblah uang memang kerap dilakukan oleh segelintir oknum-oknum nakal yang tidak bertanggung jawab, seperti yang terjadi di desa sodong, kecamatan Tigaraksa, kabupaten Tangerang provinsi Banten.


Hal itu disampaikan oleh salah satu ahliwaris pemilik tanah di desa Sodong, bermula dari Oktober 2014 lalu salah satu mantan staf desa Sodong bertemu dengan Liana (51 tahun) di kantor desa Sodong yang sedang menanyakan persaratan pembuatan AJB (akte jual beli )di desa sodong, tiba-tiba datang salah satu staf desa Sodong yang bernama Mansuri menawarkan pembuatan AJB (akte jual beli) dengan nilai harga 30 juta rupiah dalam waktu 6 bulan selesai atau terima beres.


" Iya Awal mulanya Pada tanggal 12 Oktober 2014 salah satu mantan Staf Desa Sodong, yang bernama pak Mansuri menawarkan jasa pengurusan/pembuatan AJB (akta Jual Beli) kepada kelurga kami melalui ibu saya di kantor desa Sodong, pak Mansuri mengatakan kalau mau dapat AJB (akte jual beli ) di desa Sodong saya bantu tapi pihak desa meminta uang Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah ) untuk pembuatan AJB (akte jual beli) pokoknya taunya terima beres saja ya",. Kata Ongky salah satu ahliwaris sambil memeragakan omongan Mansuri kepada ibunya kala itu.


Waktu itu pihak keluarga kami belum ada uang lanjut Ongky, jadi kami menanyakan kalau di bayar cicil boleh gk? Kata Mansuri boleh saja, akhirnya kami ngasih uang sebesar Rp.30.000 juta itu secara bertahap, pada tanggal 12 Oktober 2014 pada hari itu juga Mansuri bersama Sekdes Desa Sodong pak Dendi meminta uang muka sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) sertai dengan kuitansi pengambilan uang yang bermaterai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah), Yang diterima langsung oleh Mansuri dan didampingi oleh Sekdes Desa Sodong pak Dendi dan disertai dengan kuitansi pengambilan uang dan hari itu juga pak Dendi selaku sekdes desa Sodong meminta kepada kami agar tanah kami di ukur Langsung hari itu juga",. Jelas sumber


Masih menurut Ongky, berjalannya waktu pada tanggal 17 Oktober 2014 pak Mansuri kembali meminta uang sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) yang diterima langsung oleh pak Mansuri sertai dengan kuitansi pengambilan uang yang bermaterai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) dan disaksikan langsung oleh saya sendiri pada waktu itu, Jelang 5 hari kemudian Mansuri kembali lagi dan meminta uang sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) di sertai dengan kuitansi pengambilan uang yang bermaterai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) dengan alasan surat AJB tersebut sedang diproses di Kantor Desa Sodong dan Mansuri mengatakan uang tersebut diminta oleh pihak Desa Sodong sebagai biaya administrasi",. Jelasnya.




Ditempat yang sama davit salah satu ahliwaris mengatakan jelang 11 hari kemudian pada tanggal 2 Nopember 2014 Mansuri kembali meminta sejumlah uang sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) kepada ibu saya dengan alasan dokumen AJB (akta jual beli) tersebut akan segera diajukan ke tingkat Kecamatan Tigaraksa dan waktu itu saya sendiri yang menyaksikan pengambilan uang itu, Jelang 9 (Sembilan) bulan kemudian AJB (akta jual beli) tidak juga diterbitkan saya sebagai pihak ahli waris mempertanyakan kepada Mansuri, namun Mansuri memberikan janji bahwa AJB tersebut akan jadi dalam waktu dekat karena masih di proses oleh Kepala Desa Sodong.",. Terangnya 


Menjelang 2 tahun kemudian pihak ahli waris melakukan pendekatan secara persuasife kepada Mansuri mempertanyakan kembali proses pembuatan AJB tersebut, namun Mansuri kembali memberikan jawaban dan janji proses AJB tersebut akan jadi dalam waktu dekat. Selang tahun 2018 keluarga ahli waris kembali pendekatan persuasive kepada  Mansuri, agar Mansuri mengembalikan uang kepengurusan AJB kepada ahli waris dan dokumen penunjang tetapi Mansuri mengatakan akan menanyakan kepada Sekdes Desa Sodong.


Karena diminta terus menerus  oleh keluarga ahliwaris Pada tanggal 09 oktober 2019, Mansuri mengembalikan uang sebesar Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah) sisa Rp. 15.000.000 (lima belas juta rupiah) belum di kembalikan hingga saat ini.


Menurut salah satu warga desa Sodong, sebenarnya banyak buruknya kinerja desa sodong cuman memang sebagain masyarakat takut untuk bicara, seperti contoh program PTSL (perona) itu kan sudah jelas-jelas gratis, tapi buktinya apa masih juga di pungut biaya oleh pihak desa melalui perangkat desa yang lain dengan jumblah uang yang bervariasi, tapi ya namanya kami ini orang kecil pak jadi takut bicara takut salah yang berurusan dengan hukum, seprti contoh pak Mansuri itu sudah terkenal pak disini untuk ngurus surat-surat tanah dengan meminta sejumblah uang dengan mengatasnamakan kantor desa Sodong, kalau seandainya mau di telusuri aja banyak sekali korban pak", ucap salah satu warga desa sodong yang enggan disebutkan namanya.


Ketika onlineindonesia.com melakukan investigasi dan konfirmasi kepada pihak desa Sodong, Dendi selaku sekdes desa Sodong membenarkan dari jumblah Rp.30.000.000 (tiga puluh juta rupiah) Mansuri hanya memberikan Rp.2000.000 (dua juta rupiah) dan yang terakhir Rp.3000.000 (tiga juta rupiah) 


" Iya memang waktu itu Mansuri meminta kami dari desa untuk mengukur tanah tersebut namun kalau masalah uang kami tidak tau, yang kami tau waktu itu memang Mansuri datang dan berikan uang kalau tidak salah 2 juta rupiah trus setelah itu Mansuri ngasih lagi 3 juta rupiah" ujar Dendi sekdes desa Sodong kepada onlineindonesia.com Senin /15/maret/2021


Waktu itu kalau tidak salah ya pak kades benar kan semua sekitaran cuman 5 juta kan ?tanya Dendi kepada kepala desa Sodong, iya kalau tidak salah ingat ucap kepala desa dalam bukti rekaman tersebut di kantor desa Sodong saat melakukan konfirmasi langsung bersamaan kepala desa dan juga sekdes desa sodong.


Entah kurangnya sosialisasi yang tak tersentuh dari pihak aparatur kabupaten sampai ke tingkat desa terkait dengan tugas pelayanan publik di tingkat desa, ataukah memang sengaja dilakukan oleh segelintir oknum untuk mencari keuntungan pribadi dan merusak citra baik birokrasi, namun yang jelas masyarakat yang di rugikan berharap agar instansi terkait bisa mengambil tindakan tegas kepada oknum-oknun nakal yang tidak bertanggung dan juga harapan besar masyarakat pihak penegak hukum agar bisa menindak lanjuti persoalan yang terjadi di bawah yang selama ini tak perna tersentuh oleh hukum yang sudah sangat meresahkan masyarakat.


Mengacu kepada Peraturan Daerah Bupati Tangerang No. 9 Tahun 2014 Tentang desa Pasal 76 Huruf (c & f) tentang larangan perangkat desa yang bunyinya (c) "Perangkat Desa dilarang menggunakan wewenang tugas hak dan/atau kewajibannya”, dan (f) “Perangkat Desa dilarang melakukan Kolusi, korupsi, dan Nepotisme menerima uang barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya.


Undang Undang No.20 Tahun 2001 Pasal 12 Ayat a, “Penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,-  (satu miliar rupiah).  (Risti)