Masuk

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Balai Cipta karya NTT Dinilai Salah Gunakan Wewenang dan Jabatan, Ketua Umum PWOIN Akan bersurat Ke Kementerian PUPR RI

Rabu, 25 November 2020 | November 25, 2020 WIB Last Updated 2020-11-24T19:07:37Z


Kupang, Liputan86.com -Pemberhentian seorang pegawai honorer pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Cipta Karya Balai Pengembangan Perumahan Rakyat NTT dengan alasan tidak jelas pada 2019 silam, di duga adanya permainan antar pimpinan.


Pasalnya, saling tuding antar pimpinan diperlihatkan sejak media ini, 23/11 pagi, mengkonfirmasi polemik ini kepada para pimpinan di kantor tersebut.


Mantan kepala satuan kerja (Satker), Didik Reinart Abel, menjelaskan bahwa pemberhentian kepada pegawai honorer atas nama Djenwati, merupakan hal yang telah dilewati secara prosedur dengan merujuk pada surat kontrak yang berkahir pada Desember 2019.


“Kontrak ini kan tahunan, ada juga pengurangan pegawai tiap tahun, bahkan saya juga pernah membiayai pegawai honorer dengan uang honor saya”, ujar Abel, pada Senin 23/11 pagi di ruang kerjanya.


Ia mengakui, adanya kelebihan 6 pegawai pada kantornya sehingga dirinya terpaksa tidak lagi mengakomodir pegawai honorer tersebut akibat dari keterbatasan anggaran dan perampingan pegawai pada kantornya, bahkan menurutnya pertimbangan terhadap pegawai yang masa kerjanya cukup lama tidak bisa ditolerir.


Berkaitan dengan pemberhentian terhadap Djenwati, dirinya menilai ketika proses evaluasi Djenwati tidak memenuhi kualifikasi pegawai yang dipertahankan dikarenkan sering tidak masuk kantor.


“Kita evaluasi, salah satunya tidak masuk kantor menjadi penilaian” ucapnya.


Dirinya mengarahkan agar tim media untuk mendalami informasi terkait dengan penerbitan NRP ke kepala Tata usaha(KTU) dan juga ke pihak ombudsman RI perwakilan NTT.


Ia menampik tudingan atas pemberhentian tersebut tanpa melalui surat pemberitahuan yang resmi dan juga jumlah pegawai honor yang jumlahnya sebanyak 76 orang.


“Saya juga hanya melanjutkan satker sebelumnya. Saya tidak berhentikan. Ini sesuai kontrak pak. Jumlahnya bukan itu, hanya sekitar 30 an orang”, jelasnya.


Ia juga menjelaskan terkait dengan masih adanya nama Djenwati dengan memiliki NRP dengan kode terverifikasi E, bahwa menurutnya dari satker telah melaporkan hal ini ke kementrian namun dirinya tidak mengetahui secara jelas atas penerbitan kembali NRP tersebut.


Diungkapkan Riki, dirinya pernah membiayai honor keenam pegawai tersebut dengan honornya dan honor PPK.


“Minta maaf pak, ketika saya dijabat yang tinggi. Saya memibiayai pegawai ini dengan honor saya.


Sementara itu, kepala Tata usaha (KTU) Luan Tahun, kepada media, menngatakan tidak tahu menahu akan hal tersebut.


Ia menjelaskan, dirinya baru saja dipindahkan dari satker pada kantor BUS wilayah NT II sehingga proses pemberhentian tidak diikutinya secara detail. Menurutnya, pegawai honor pada kantor tersebut, akan berkahir masa kontraknya pada tahun 2024 mendatang dengan melihat ketersedian anggaran.


Untuk diketahui, ketika tim media bertemu dengan KTU, Luan Tahun, hanya diperbolehkan satu orang wartawan untuk menemuinya dikarenakan adanya pegawai pada kantor tersebut terkonfirmasi positif covid-19.


Dirinya juga melarang awak media mengambil gambar dan merekam percakapan yang ada. Ia mengarahkan Tim media agar menemui kepala balai, Herman Tobo untuk mengkonfirmasi hal tersebut.


Sementara itu, mantan PPK yang menjadi atasan langsung Djenwati pada kantor itu, Nugroho Maku, mengatakan tenaga non PNS selalu diperpanjang pada tiap tahun dan biasanya terjadi pada awal tahun untuk menandatangani kontrak tersebut.


Nugroho menjelaskan, sesuai kebiasaan proses penandatangan kontrak pada pegawai, biasanya turut disaksikan oleh PPK, namun pada waktu itu, dirinya tidak lagi dilibatkan untuk menyaksikan penandatangan kontrak terhadap pegawai honorer pada kantor tersebut.


“Terus terang saya tidak diinfokan. Dan saya juga tidak tahu kalau pak Djenwati ini dipanggil atau tidak untuk tandatangan karena saya tidak diberitahu. Biasanya, setahu saya, dalam satker ada tiga unsur penting, Kasatker, PPK dan bagian kepegawaian.

Dan selalu di hadirkan untuk saksikan ketika pegawai honor menandatangani kontrak tersebut” jelasnya.


Ia juga menyayangkan sikap diam yang dilakukan atas tidak dilibatkan dirinya pada saat penandatangan pegawai kontrak ketika dirinya masih menjabat sebagai PPK sebelum ia dipindahkan ke kantor PUPR NTT pada bulan April 2019.


” Tiga unsur penting selalu dihadirkan untuk saksikan. Tapi entah bagaimana, yang 2019, saya juga akan tidak lagi disatker pada bulan April, setidaknya yah saya juga diberitahu. Kan saya pindah bulan April, sedangkan tandatangan kontrak dibulan Januari”, tukasnya.


Ia menjelaskan, Djenwati ketika menjadi pegawai sangat baik dan bertanggungjawab dalam melaksanakan tiap tugas yang diberikan, bahkan selalu hadir ke kantor. Ketika dipanggil untuk keperluan sesuatu selalu datang/ menghadap.


Dirinya menduga tidak adanya surat peringatan(SP) yang diberikan kepada Djenwati dari satker yang menuding Djenwati Sering tidak masuk kantor.


“Kayaknya tidak ada itu SP. Dan memang secara aturan harus kan, kalau tidak masuk kantor yah harus ada surat peringatan. Secara pribadi saya melihat SP tidak ada itu” ungkapnya.


Sewaktu adanya laporan ke pihak ombudsman RI perwakilan NTT, Nugroho mengaku tidak pernah dihadirkan untuk dimintai keterangan oleh ombudsman.


Ombudsman RI mengeluarkan surat penutupan laporan terhadap aduan tersebut setelah melalui serangkaian pemeriksaan. Surat tersebut dikeluarkan pada tanggal 25/11/2019 ditujukan kepada Djenwati S. Djenmakani.


Atas hal ini, Djenwati yang kurang puas atas hasil pemeriksaan ombudsman kemudian melaporkan kasus ini ke Kementrian PUPR secara online melalui website resmi pengaduan kepegawaian ehrm.pugo.id dan pihak penerima pengaduan kementrian PUPR meminta agar pihak yang melaporkan segera membawahkan semua pembuktian ke kementrian PUPR di jalan Pattimura No.20 Kebayoran baru Jakarta Selatan,akan Segera di tindak lanjuti. 


Ditempat terpisah ketua umum Perkumpulan wartawan Online independen Nusantara (PWOIN) Feri Rusdiono, akan layangkan surat kepada kementrian PUPR Republik Indonesia


" Ini namanya pembehentian secara sepihak, pihak balai cipta karya NTT sudah jelas-jelas telah mencoreng citra birokrasi apalagi NRP NIB itu dikeluarkan Langsung oleh kementerian PUPR. tentunya pemberhentian harus ada mekanismenya ini sudah salah gunakan jabatan dan wewenang sebagai pejabat publik, saya akan segera mungkin kirimkan surat tembusan kepada, Kementerian PUPR Republik Indonesia Dan semua instansi Terkait", tegas  Feri Rusdiono  yang Juga salah satu aktifis ternama di Jakarta. (Tim)